Kamis, 16 September 2010

IT dan ICT Dalam Pembelajaran Biologi

BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah
Teknologi merupakan instrumen utama dari masyarakat dalam mencapai kesejahteraan melalui penciptaaan nilai tambah. Teknologi modern merupakan ilmu pengetahuan yang ditransformasikan ke dalam produk, proses, jasa dan struktur organisasi. Teknologi diciptakan manusia melalui penerapan (exercise) budidaya akalnya.
Pada hakikatnya teknologi adalah penerapan dari ilmu atau pengetahuan lain yang terorganisir ke dalam tugas-tugas praktis. Keberadaan teknologi merupakan upaya untuk meningkatkan efektivitas dan efisiensi dan teknologi tidak dapat dipisahkan dari masalah, sebab teknologi lahir dan dikembangkan untuk memecahkan permasalahan. Dalam hal ini teknologi pendidikan bisa dipahami sebagai sesuatu proses yang kompleks, dan terpadu yang melibatkan orang, prosedur, ide, peralatan, dan organisasi untuk menganalisis masalah, mencari jalan untuk mengatasi permasalahan, melaksanakan, menilai, dan mengelola pemecahan masalah tersebut yang mencakup semua aspek belajar manusia.
Sebagai salah satu teknologi unggulan yang menentukan masa kini dan masa depan umat manusia, Teknologi Informasi (TI) semakin penting untuk dikuasai pemahamam, pengetahuan, pemanfaatannya, serta penciptaannya. Kaitannya yang erat dengan berbagai sektor : ekonomi, pendidikan, dan sebagainya menempatkan TI sebagai komoditi strategi dalam pembangunan sebuah negara. Malahan ada negara yang meluncurkan konsep pembangunan nasionalnya yang bercirikan IT- led development, dimana TI bukan hanya sebagai perangkat pendukung tetapi telah meningkat menjadi penggerak utama mekanisme pembangunan seluruh sektor nasional (Pustekkom, 2006).
Pesatnya perkembangan TI, khususnya internet, memungkinkan pengembangan layanan informasi yang lebih baik dalam suatu institusi pendidikan. Dilingkungan perguruan tinggi, pemanfaatan IT lainnya yaitu diwujudkan dalam suatu sistem yang disebut electronic university (e-University). Pengembangan- University bertujuan untuk mendukung penyelenggaraan pendidikan, sehingga perguruan tinggi dapat menyediakan layanan informasi yang lebih baik kepada komunitasnya, baik didalam maupun diluar perguruan tinggi tersebut melalui internet. Layanan pendidikan lain yang bisa dilaksanakan melalui sarana internet yaitu dengan menyediakan materi kuliah secara online dan materi kuliah tersebut dapat diakses oleh siapa saja yang membutuhkan.
Disamping lingkungan pendidikan, misalnya pada kegiatan penelitian kita dapat memanfaatkan internet guna mencari bahan atau pun data yang dibutuhkan untuk kegiatan tersebut melalui mesin pencari pada internet. Situs tersebut sangat berguna pada saat kita membutuhkan artikel, jurnal ataupun referensi yang dibutuhkan. Situs tersebut contohnya seperti google.com atau Indonesiansearch.com atau sumpahpalapa.net.
Dalam Rencana Strategis Depertemen Pendidikan Nasional Tahun 2005-2009 disebutkan bahwa salah satu kendala dalam pemerataan pendidikan di Indonesia adalah cakupan geografis yang luas. Hal ini memerlukan modernisasi pada sistem dan jaringan informasi menggunakan ICT yang memadai. Luasnya wilayah kedaulatan Republik Indonesia dan luasnya sebaran penduduknya dapat dipersatukan dengan jaringan – jaringan teknologi informasi.
Dikatakan berfungsi sebagai komplemen (pelengkap), apabila materi pembelajaran melalui ICT diprogramkan untuk melengkapi materi pembelajaran yang diterima peserta didik di dalam kelas. Sebagai komplemen berarti materi pembelajaran melalui ICT diprogramkan untuk menjadi materi reinforcement (pengayaan) yang bersifat enrichment atau remedial bagi peserta didik di dalam mengikuti kegiatan pembelajaran konvensional.
Beberapa perguruan tinggi di negara-negara maju memberikan beberapa alternatif model kegiatan pembelajaran/perkuliahan kepada para mahasiswanya. Tujuannya adalah untuk membantu mempermudah para mahasiswa mengelola kegiatan pembelajaran/perkuliahannya sehingga para mahasiswa dapat menyesuaikan waktu dan aktivitas lainnya dengan kegiatan perkuliahannya.
Sehubungan dengan hal ini, ada 3 alternatif model kegiatan pembelajaran yang dapat dipilih para mahasiswa, yaitu apakah mereka akan mengikuti kegiatan pembelajaran yang disajikan secara (1) konvensional (tatap muka) saja, atau (2) sebagian secara tatap muka dan sebagian lagi melalui internet, atau bahkan (3) sepenuhnya melalui internet.
Alternatif model pembelajaran manapun yang akan dipilih oleh para mahasiswa tidak menjadi masalah dalam penilaian. Artinya, setiap mahasiswa yang mengikuti salah satu model penyajian materi perkuliahan akan mendapatkan pengakuan atau penilaian yang sama. Jika mahasiswa dapat menyelesaikan program perkuliahannya dan lulus melalui cara konvensional atau sepenuhnya melalui internet, atau bahkan melalui perpaduan kedua model ini, maka institusi penyelenggara pendidikan akan memberikan pengakuan yang sama.
Keadaan yang sangat fleksibel ini dinilai sangat membantu para mahasiswa untuk mempercepat penyelesaian perkuliahannya. Para mahasiswa yang belajar pada lembaga pendidikan konvensional tidak perlu terlalu khawatir lagi apabila tidak dapat menghadiri kegiatan perkuliahan secara fisik karena berbenturan dengan kepentingan lain yang tidak dapat ditinggalkan atau ditangguhkan.
Apabila lembaga pendidikan konvensional tersebut menyajikan materi pembelajaran yang dapat diakses para mahasiswa melalui internet, maka mahasiswa dapat mempelajari materi perkuliahan yang terlewatkan tersebut melalui internet. Dapat terjadi demikian karena para mahasiswa diberi kebebasan mengikuti kegiatan perkuliahan yang sebagian disajikan secara tatap muka dan sebagian lagi melalui internet (model pembelajaran kedua).
Di samping itu, para mahasiswa juga dimungkinkan untuk tidak sepenuhnya menghadiri kegiatan perkuliahan secara fisik. Sebagai penggantinya, para mahasiswa belajar melalui internet (model pembelajaran ketiga). Aplikasi teknologi (ICT) dalam pembelajaran Biologi .
1.2 Rumusan Masalah
1. Bagaimanakah upaya meningkatkan efektivitas dan efisiensi dari pembelajaran TI ?
2. Model apa sajakah yang dapat digunakan dalam pembelajaran diperkuliahan?
3. Apa sajakah yang menjadi fungsi utama dalam pembelajaran Teknologi Informasi dan Komunikasi (TIK/ICT)?
4. Tahap apa saja yang menjadi pengembangan dalam multimedia?
1.3 Tujuan Penulisan
1. Mendeskripsikan upaya meningkatkan efektivitas dan efisiensi dari
pembelajaran TI.
2. Mendeskripsikan model pembelajaran dalam perkuliahan.
3. Mendeskripsikan fungsi utama pembelajaran ICT.
4. Mendeskripsikan tahapan pengembagan dalam multimedia.
1.4 Manfaat Penulisan
1. Bagi Guru dapat mempermudah dalam akses belajar mengajar.
2. Bagi Siswa IT dan ICT dalam pembelajaran biologi dapat meningkatkan
motivasi siswa yang berdampak positif terhadap peningkatan prestasi belajar
siswa.
3. Sebagai pemahaman hubungan antara sians dan masyarakat.

BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Pembelajaran Berbasis Multimedia
Penggunaan komputer dalam dunia pendidikan seperti halnya menggunakan kertas, pensil, buku atau audio-video yang sudah lazim digunakan dalam lingkungan belajar. Ada pendapat bahwa komputer merupakan guru pengganti, padahal hal tersebut tidak mutlak benar. Sebenarnya komputer dalam lingkungan belajar atau dunia pendidikan, ada yang hanya digunakan sebagai media penyampai bahan ajar semata atau sebagai alat Bantu pengajaran yang dikenal sebagai Computer Assisted Instruction (CAI) atau Computer Assisted Learning (CAL). Hal tersebut dimaksudkan agar pembelajaran lebih menarik serta lebih efisien. Namun demikian di sisi lain, pada saat ini computer telah menjadi alat untuk latihan-latihan soal yang berpusat pada mahasiswa tanpa harus dibimbing secara langsung oleh dosen (Valdez, et all, 2001).
Penggunaan computer dalam perkuliahan/praktikum dapat dipandang sebagai pemanfaatan teknologi dalam pendidikan. Pada konteks yang lebih mendalam pemanfaatan computer dalam pengajaran telah secara luas diterapkan dalam bentuk pembelajaran berbasis computer atau computer-based instruction (CBI) atau computer-based learning (CBL). Teknologi pembelajaran berbasis computer ini dapat meningkatkan aktivitas pembelajaran. Statham dan Torrel (1996) (dalam Valdez, at all, 2001) mengemukakan pengaruh teknologi terhadap kemampuan belajar siswa seharusnya diarahkan untuk dapat meningkatkan interaksi guru-siswa, belajar kooperatif, dan yang lebih penting pemecahan masalah dan ikuiri. Penggunaan computer dalam perkuliahan seharusnya tidak diutamakan untuk latihan soal-soal, namun lebih banyak sebagai alat untuk meningkatkan kemampaun berfikir dan sumber bahan ajar.
Teknologi telah dapat menyediakan berbagai format informasi, CD-ROM dan teknologi digital lainnya telah memperkaya informasi di dalam kelas dan memungkinkan para peserta didik mengakses berbagai sumber informasi yang dapat digunakan untuk menjawab berbagai pertanyaan rumit. Teknologi memberikan area yang luas kepada peserta didik untuk mengumpulkan informasi yang berkualitas dari berbagai sumber pengetahuan dan menemukan serta memahami hubungan konsep-konsep yang sebelumnya terpisah-pisah.
Penelitian menyangkut pemanfaatan computer sebagai agen teknologi pembelajaran telah menunjukkan sesuatu yang sangat bernilai dalam proses belajar mengajar. Overfield dan Bryan-lluka (2003) menemukan bahwa pembelajaran berbasis computer (CBL) untuk topic Haemostasis telah memberikan kesenangan dan ketertarikan belajar para mahasiswa terhadap topic tersebut. Namun demikian aspek pembelajaran tidak cukup dipandang dari segi menarik tidaknya bahan ajar yang disajikan. Banyak hal yang harus dipertimbangkan ketika guru atau dosen akan menyiapkan bahan ajar, yang paling utama adalah aspek kebermaknaanya pada diri peserta didik.
Sejumlah informasi berupa bahan ajar yang disajikan lewat perangkat program computer harus dapat diasimiliasi oleh peserta didik sehingga menjadi sesuatu yang bermakna sebagai hasil belajar. Menurut pandangan Ausubel (Dahar, 1989) belajar dapat diklasifikasikan ke dalam dua dimensi, yaitu yang berhubungan dengan cara informasi atau materi disajikan dan bagaimana siswa dapat mengaitkan informasi yang diterimanya pada struktur kognitif yang telah ada. Teori ini menunjukkan bahwa pada tingkat pertama dalam belajar, informasi dapat dikomunikasikan pada siswa baik dalam bentuk belajar penerimaan maupun pada belajar penemuan yang mengharuskan siswa menemukan sendiri sebagian atau seluruh materi yang akan diajarkan. Pada tingkat kedua siswa menghubungkan atau mengaitkan informasi yang telah diperolehnya pada pengetahuan yang telah dimilikinya baik berupa konsep-konsep atau lainnya, sehingga terjadi belajar bermakna. Cara lainnya bisa saja siswa tersebut hanya mencoba-coba menghafalkan informasi baru tanpa menguhubungkannya dengan konsep-konsep yang telah ada dalam struktur kognitifnya, sehingga terjadi belajar secara hafalan.
Apabila belajar siswa secara penerimaan berkurang maka belajar penemuan bertambah dan apabila belajar hafalan berkurang maka belajar penemuan bertambah.
Program komputer untuk pembelajaran yang baik dapat menjadi salah satu alternative untuk mengatasi keterbatasan di atas. Namun demikian diperlukan criteria tertentu yang dapat dijadikan panduan bagi pengembang pembelajaran berbasis computer. Dalam membelajarkan IPA terdapat sejumlah persyaratan yakni : 1) open-ended inquiry, 2) collaborative learning, 3) active participation during lecture, 4) in cooperation of relevan material and 5) integration of the laboratory experiences with the lecture material (Wagner, 2001).
Bagaimanakah strategi penyajian bahan ajar berbasis computer, yang dapat memenuhi aspek-aspek seperti di atas? Untuk hal tersebut perlu dilakukan serangkaian uji coba dan penelitian mengenai pengembangan dan implementasi bahan ajar berbasis computer (IT/ICT, e-4 learning) dengan menitikberatkan pada penjaringan aspek-aspek seperti yang dikemukakan Wagner (2001) Seperti telah disinggung, pembelajaran dengan melibatkan computer atau teknologi informasi (CAI, CAL, CBI, VLE dsb.) saat ini lebih dominasi sebagai penyedia informasi.
Jarang sekali ditemukan tampilan-tampilan yang bernilai pendidikan IPA seperti mengembangkan pola pikir mahasiswa. Bentuk pembelajaran tersebut lebih berorientasi kepada bahan ajar (content), padahal dalam pembelajaran IPA sarat dengan sejumlah kompetensi yang harus dimiliki peserta didik setelah melakukan pembelajaran, terlebih-lebih untuk para calon guru IPA. Banyak factor yang harus dipertimbangkan sebelum mengaplikasikan computer dalam pembelajaran. Faktor-faktor tersebut antara lain fasilitas pendukung yang dimiliki sekolah, karakteristik bahan ajar, kemampuan dan keterampilan guru dalam menggunakan perangkat computer, karakteristik siswa, jumlah siswa untuk setiap kelas dan waktu belajar. Fasilitas pendukung yang dimiliki sekolah merupakan hal pertama yang harus dipertimbngkan sebelum merencanakan pembelajaran dengan alat Bantu computer.
Setidaknya sekolah harus memiliki seperangkat computer beserta pendukungnya seperti LCD proyektor atau ruang computer atau ruang multimedia. Namun demikian untuk sekolah-sekolah yang ada diperkotaan pada umumnya telah memiliki perangkat computer tersebut, sehingga factor tersebut umumnya tidak terlalu bermasalah. Karakteristik bahan ajar adalah hal penting yang harus dipertimbangkan. Seperti telah dijelaskan di atas bahwa pemelihan bahan ajar yang disajikan dengan bantuan computer harus memiliki alas an yang tepat antara lain, bahan ajar yang abstrak dan sulit divisualisasikan sehingga para siswa mendapat kesulitan untuk memahaminya.
Bahan ajar atau spesimen yang sulit didapat untuk dijadikan alat peraga, misalnya tumbuhan atau hewan langka. Proses pembedahan yang di kebanyakan negara sangat dibatasi perlakuannya. Misalnya untuk keperluan praktek parasitologi (Gunn dan Pitt, 2003). Kemampuan dan keterampilan guru dalam menggunakan computer sebagai suatu teknologi dalam pembelajaran harus diperhatikan sebelum bentuk inovasi tersebut diterapkan. Guru yang memiliki kemampuan dan keterampilan dapat dengan mudah berkreasi untuk mengembangkan software-software pembelajaran yang menarik. Jenis atau tipe software yang akan diaplikasikasikan dalam pembelajaran dengan alat bantu computer menurut Akahori (2003) diklasifikasikan sebagai berikut:
Ø Berbasis bahan ajar; sejarah sains, variasi data ilmu pengetahuan, klip video, gambar dll.
Ø Berbasis cerita; serangkaian gambar bergerak untuk suatu topic yang dipresentasikan.
Ø Berbasis pengoperasian; tipe simulasi yang perubahan displayna oleh pengguna.
Ø Berbasis sumber; data dan informasi ilmu pengetahuan yang relevan yang diakses dari internet.
Pada dasarnya, pembelajaran diselenggarakan dengan harapan agar siswa mampu menangkap/menerima, memproses, menyimpan, serta mengeluarkan informasi yang telah diolahnya. Gardner (Rahmat, 2008) mengemukakan bahwa kemampuan memproses informasi itu dalam bentuk tujuh kecerdasan, yaitu:
1. logis-matematis
2. spasila
3. linguistic
4. kinestetik-keparagaan
5. music
6. interpersonal
7. inrapersonal.
Media yang dapat mengakomodir persyaratan-persyaratan tersebut adalah komputer. Komputer mampu menyajikan informasi yang dapat berbentuk video, audio, teks, grafik, dan animasi (simulasi). Misalnya, dalam pembelajaran biologi, beberapa topik yang sulit disampaikan secara konvensional atau sangat membutuhkan akurasi yang tinggi, dapat dilaksanakan dengan bantuan teknologi komputer/multimedia, seperti grafik dan diagram dapat disajikan dengan mudah dan cepat, penampilan gambar, warna, visualisasi, video, animasi dapat mengoptimalkan peran indra dalam menerima informasi ke dalam sistem informasi.
Melalui animasi suatu gambar dapat digerak-gerakkan, diputar, dipisahkan menurut bidang-bidang sisinya, sehingga dapat relatif lebih cepat membangun struktur pemahaman siswa tentang konsep materi ajar. Hal ini juga memudahkan guru dalam menyampaikan materi pelajaran.
Multimedia dapat menyajikan sebuah tampilan berupa teks nonsekuensial, nonlinier, dan multidimensional secara interaktif. Visualisasi tersebut akan mempermudah dalam memilih, mensintesa dan mengelaborasi pengetahuan yang ingin dipahami. Multimedia hanya salah satu sarana yang mempermudah proses belajar mengajar tetapi belum tentu sesuai untuk menyajikan semua pokok bahasan dalam proses belajar mengajar.
Selain itu perbedaan individual siswa, sesuai dengan kecepatan dan kemampuan belajarnya dapat dibantu dengan layanan program komputer yang disesuaikan dengan bahan ajar yang diperlukan dan komunikasi yang berlangsung antra siswa dan komputer di bawah fasilitator guru diwujudkan dalam bentuk stimulus-resplons (Kusumah, 2003: 1).
Selanjutnya Jonassen (Chaerumman, 2004) berpendapat bahwa pembelajaran berbasis TIK (multimedia) dapat mendukung terjadinya proses belajar yang :
a. Active, yaitu memungkinkan siswa terlibat aktif dikarenakan proses belajar yang menarik dan bermakna;
b. Constructive, yaitu memungkinkan siswa menggabungkan konsep/ide baru ke dalam pengetahuan yang telah dimiliki sebelumnya untuk memahami makna yang selama ini ada dalam pikirannya;
c. Collaborative, yaitu memungkinkan siswa dalam suatu kelompok atau masyarakat untuk saling bekerja sama, berbagi ide, saran dan pengalaman;
d. Intentional, yaitu memungkinkan siswa untuk aktif dan antusias berusaha mencapai tujuan yang diinginkannya;
e. Conversational, yaitu memungkinkan siswa untuk melakukan proses sosial dan dialogis di mana siswa memperoleh keuntungan dari proses komunikasi tersebut, baik di dalam maupun di luar lingkungan sekolah;
f. Contextualized, yaitu memungkinkan isswa untuk melakukan proses belajar pada situasi yang bermakna (real-world); dan
g. Reflective, memungkinkan siswa untuk dapat menyadari apa yang telah ia pelajari serta merengkannya sebagai bagian dari proses belajar itu sendiri.
Dari uraian tersebut, multimedia memungkinkan siswa untuk melatih kemamuan berpikir tingkat tinggi (seperti problem solving, pengambilan keputusan dan lainnya) serta secara tidak langsung telah meningkatkan keterampilan penggunaan TIK atau Information and Communication Technology Literacy (Fryer, 2001).
Tahapan komunikasi yang dilalui pengguna aplikasi multimedia menurut Niman (dalam Anggora, lihat http://202.159/18/43/jsi/3toha.htm) diantaranya: 1) komputer menyajikan materi pelajaran, 2) siswa mempelajari materi tersebut, 3) komputer mengajukan pertanyaaan, 4) siswa memberikan respon, 5) komputer memeriksa respon tersebut, bila benar, komputer menyajikan materi berikutnya, tetapi jika jawaban salah, komputer memberikan jawaban benar dan penjelasan.
2.2 Tahap Pengembangan Multimedia
Bila kita ingin menerapkan pembelajaran berbasis multimedia ada beberapa tahapan pengembangan yang perlu dilakukan (Sutopo, 2003) yaitu: concept, design, material, collecting, assembly, testing dan distribution.
a. Concept. Tahap untuk menentukan tujuan dan siapa pengguna program (identifikasi audience, dalam hal ini tentunya siswa). Selain itu menentukan macam aplikasi (presentasi, interaktif, dll) dan tujuan aplikasi (hiburan, pelatihan, pembelajaran, dan lainnya);
b. Design. Tahap membuat spesifikasi mengenai arsitektur program, gaya,
tampilan dan kebutuhan material/bahan untuk prgoram;
c. Material Collecting. Tahap di mana pengumpulan bahan yang sesuai dengan kebutuhan dilakukan. Tahap ini dapat dikerjakan paralel dengan tahap assembly atau dengan tahap linier;
d. Assembly. Tahap di mana semua objek atau bahan multimedia dibuat.
Proses pembuatan/produksi melibatkan tenaga spesialis yang terampil atau mampu memanfaatkan berbagai jenis software. Pembuatan aplikasi multimedia ini berdasarkan storyboard dan struktur navigasi yang berasal dari tahap desain;
e. Testing. Dilakukan setelah selesai tahap pembuatan (assembly) dengan menjalankan aplikasi/program dan dilihat apakah ada kesalahan atau tidak. Tahap ini disebut juga sebagai tahap pengujian alpha (alpha test) di mana pengujian dilakukan oleh pembuat atau lingkungan pembuatnya sendiri;
f. Distribution. Tahapan di mana aplikasi disimpan dalam suatu media
penyimpanan. Pada tahap ini jika media penyimpanan tidak cukup
untuk menampung aplikasinya, maka dilakukan kompresi terhadap
aplikasi tersebut;
2.3 Model Pembelajaran yang Dapat Diterapkan
Proses pembelajaran berbasis multimedia dapat dilaksanakan dengan menggunakan beberapa model sesuai dengan kemampuan sekolah dalam penyediaan sarana perangkat keras (hardware) dan perangkat lunak (software). Model tersebut diantaranya model selektif (klasikal), sekuensial (berurutan), dan laboratorium (individual). Berikut uraian rinci mengenai model-model tersebut (Nuruddin dalam Suhada, 2003).
a. Model Selektif (Klasikal). Bila perangkat komputer yang tersedia di skolah sangat minim, model selektif menjdai alternatif bagi guru untuk melaksanakan pembelajaran, yaitu penggunaan komputer dengan sebuah media tayang lebar di dalam kelas. Melalui komputer dan LCD Projector, guru secara demonstrasi menyampaikan materi yang telah dibuat dalam bentuk CD interaktif. Multimedia di sini merupakan jenis multimedia presentasi pembelajaran yang digunakna sebagai alat bantu pembelajaran di kelas (presentasi), guru dapat menyajikan pointer-pointer materi.
b. Model Sekuensial (Berurutan). Bila perangkat komputer yang tersedia di sekolah cukup banyak, namun belum memungkinkan seluruh siswa menggunakan komputer yang ada, maka hal tersebut dapat diatur untuk setiap dua atau tiga siswa dapat mengakses komputernya masing-masing bahan ajar yang telah diinstal pada server. Dalam model ini, siswa mendapat kesempatan melakukan sendiri, secara bergantian, menggunakan komputer untuk mengeksplorasi informasi yang dilakukan secara berurutan. Urutan tersebut yaitu penggunaan multimedia, belajar melalui buku, tatap muka dengan guru di kelas, dan diskusi kelompok.
c. Model Laboratorium (Individual). Model laboratorium adalah model pembelajaran berbasis multimedia yang paling ideal di mana setiap siswa dapat menggunakan perangkat komputer untuk mengakses materi ajar. Model ini dapat digunakan bila sekolah memiliki banyak komputer (laboratorium), sehingga siwsa dapat belajar secara mandiri. Siswa juga dapat meng-copy software untuk digunakan di rumah sebagai bahan remedial. Selain itu siswa dapat menggunakan media internet di luar jam sekolah untuk menerima atau mengirim tugas, mencari bahan dari luar sekolah (Pustekkom, 2008). Multimedia di sini merupakanjenis multimedia pembelajaran mandiri.
2.4 Beberapa Kelebihan dan Kekurangan Multimedia
Pembelajaran berbasis multimedia memiliki kelebihan dan kekurangan, berikut uraian tentang kelebihan dan kekurangannya (Rakim, 2008).
A. Kelebihan
1) Sistem pembelajaran lebih inovatif dan interaktif;
2) Mampu menimbulkan rasa senang selama pembelajaran berlangsung,
sehingga akan menambah motivasi belajar siswa;
3) Mampu menggabungkan antara teks, gambar, audio, musik, animasi gambar
atau video dalam satu kesatuan yang saling mengukung sehingga tercapai
tujuan pembelajaran;
4) Mampu memvisualisasikan materi yang abstrak;
5) Media penyimpanan yang relatif gampang dan fleksibel;
6) Membawa obyek yang sukat didapat atau berbahaya ke dalam lingkungan
belajar;
7) Menampilkan objek yang terlalu besar ke dalam kelas; dan
8) Menampilkan objek yang tidak dapat dilihat secara langsung.
B. Kekurangan
1) Biaya relatif mahal untuk tahap awal;
2) Kemampuan SDM dalam penggunaan multimedia masih perlu ditingkatkan;
3) Belum memadainya perhatian dari pemerintah; dan
4) Belum memadainya infrastruktur untuk daerah tertentu.

BAB III
PENUTUP
1.1 Kesimpulan
Multimedia merupakan salah satu sarana yang akan mempermudah proses belajar mengajar, dan dapat digunakan sebagai materi pembelajaran mandiri. Pembelajaran berbasis multimedia menunjang implementasi kurikulum, membantu upaya meningkatkan minat belajar, dan menjadi pelengkap sumber belajar. Kehadiran teknologi multimedia dalam pembelajaran hanya bertindak sebagai pelengkap, tambahan (suplemen) atau alat bantu bagi guru. Multimedia tidak akan mengambil alih peran dan fungsi guru, karena ada hal yang tidak dapat digantikan oleh multimedia. Multimedia hanya sebagai pilihan dalam menyampaikan informasi kepada siswa untuk menciptakan suasana belajar mandiri yang menyenangkan.
Bila akan menerapakan pembelajaran berbasis multimedia ada tiga model yang dapat dipilih diantaranya model selektif, model sekuensial, dan model laboratorium. Kesemuanya itu tentunya disesuaikan dengan kondisi yang ada di sekolah. Sudah saatnya setiap sekolah mempersiapkan implementasi e-pembelajaran dengan memberdayakan seluruh potensi yang ada baik dari segi SDM, infrastruktur, dan biaya.

DAFTAR PUSTAKA
Ali, Muhammad. 2004.Guru dalam Proses Belajar Mengajar. Sinar Baru
Algesindo. Bandung.
Arsyad, Azhar. 2007.Media Pembelajaran. PT Raja Grafindo Persada. Jakarta.
Asriyanti. 2008. Pengaruh Media Visual dalam Pembelajaran Kooperatif Tipe
NHT terhadap Hasil Belajar Biologi Siswa Kelas VIII SMP Negeri 13
Makassar. Skripsi. Jurusan Biologi FMIPA UNM. Makassar.
Kikis-Papadakis, Kathy. 2008.New Perspectives for Learning-Briefing Paper 36.
Supporting ICT-related learning Innovations in SchoolsVisit.
http://www.pjb.co.uk/npl/index.htm for more information about other Briefing
Papers on “New Perspectives for Learning†or contact pjb
Munardi, Chozin. 2008. Pemberdayaan Perpustakaan Sekolah dalam Mendukung
Model Pembelajaran Berbasis ICT di SMA Negeri 1 Probolinggo. Dinas
Pendidikan Nasional.
Probolinggo. Pramono, H. (2004), Bilamanakah Multimedia Menunjang Kualitas
Pembelajaran? Makalah disajikan dalam Seminar Nasional Teknologi
Pembelajaran, Menghadapi Tantangan Daya Saing SDM Nasional dan
Internasional, Jakarta: UT, PUSTEKKOM, IPTPI: Tidak Diterbitkan.
Riyana,Cepi. 2006. Peran Teknologi dalam Pembelajaran.http://www.cepiriyana.blogspot.
Valdez, G., McNabb, M., Foertsch, M., Anderson, M., Hawkes, M., Raack, L.,
(2001), Computer-Based Technology and Learning: Evolving Uses and
Expectation, North Central Regional Education Laboratory.
Wagner E (2001), Development and Evaluation of a Standards-Based Approach to
Instruction in General Chemistry, Elektronic Journal of Science
Education Vol. 6 No. 1
http://www.projectcepi.blogspot.com

Dormansi Pada Biji Saga dan Flamboyan

I.   Judul Percobaan      : 
    Dormansi Pada Biji


II. Tujuan Percobaan : 
    Untuk mengetahui dormansi pada biji yang disebabkan oleh kulit biji yang keras secara mekanik dan kimia.


III. Tinjauan Teoritis :
     Benih dikatakan dorman apabila benih tersebut sebenarnya hidup tetapi tidak berkecambah walaupun diletakkan pada keadaan yang secara umum dianggap telah memenuhi persyaratan bagi suatu perkecambahan. Dormansi pada benih berlangsung selama beberapa hari, semusim, bahkan sampai beberapa tahun tergantung pada jenis tanaman dan tipe dari dormansinya (Sutopo, 2004).
     Dormansi merupakan strategi benih-benih tumbuhan tertentu agar dapat mengatasi lingkungan sub-optimum guna mempertahankan kelanjutan spesiesnya. Terdapat berbagai penyebab dormansi benih yang pada garis besarnya dapat digolongkan kedalam adanya hambatan dari kulit benih (misalnya pada benih lamtoro karena kulit benih yang impermeabel terhadap air) atau bagian dalam benihnya (misalnya pada benih melinjo karena embrio yang belum dewasa). Benih yang mengalami dormansi organik ini tidak dapat berkecambah dalam kondisi lingkungan perkecambahan yang optimum (Sadjad, 1993).
     Dormansi adalah suatu keadaan dimana pertumbuhan tidak terjadi walaupun kondisi lingkungan mendukung untuk terjadinya perkecambahan. Pada beberapa jenis varietas tanaman tertentu, sebagian atau seluruh benih menjadi dorman sewaktu dipanen, sehingga masalah yang sering dihadapi oleh petani atau pemakai benih adalah bagaimana cara mengatasi dormansi tersebut. Struktur benih (kulit benih) yang keras sehingga mempersulit keluar masuknya air kedalam benih (http://id.wikipedia.org,2010).

Dormansi dapat diatasi dengan melakukan perlakuan sebagai berikut :
1. Pemarutan atau penggoresan (skarifikasi, scarification) yaitu dengan cara menghaluskan kulit benih atau menggores kulit benih agar dapat dilalui air dan udara. 
2. Melepaskan kulit benih dari sifat kerasnya agar dengan demikian terjadi lubang - lubang yang memudahkan air dan udara melakukan aliran yang mendorong perkecambahan.
3. Perusakan strophiole benih yang menyumbat tempat masuknya air.
4. Stratifikasi terhadap benih dengan suhu rendah ataupun suhu tinggi.
5. Pemberian bahan kimia (Kartasapoetra, 2003).    

  Dormansi benih berhubungan dengan usaha benih untuk menunda perkecambahannya, hingga waktu dan kondisi lingkungan memungkinkan untuk melangsungkan proses tersebut. Dormansi dapat terjadi pada kulit biji maupun pada embryo. Biji yang telah masak dan siap untuk berkecambah membutuhkan kondisi klimatik dan tempat tumbuh yang sesuai untuk dapat mematahkan dormansi dan memulai proses perkecambahannya. Pretreatment skarifikasi digunakan untuk mematahkan dormansi kulit biji, sedangkan stratifikasi digunakan untuk mengatasi dormansi embryo. 

Berdasarkan faktor penyebab dormansi :
  •  Imposed dormansi (quiscence): terhalangnya pertumbuhan aktif karena keadaan lingkungan yang tidak menguntungkan.
  •            Imnate dormansi (rest): dormansi yang disebabkan oleh keadaan atau kondisi di dalam organ-organ biji itu sendiri
Tipe dormansi :
1.    Immature embryo : Benih secara fisiologis belum mampu berkecambah, karena embrio belum masak walaupun biji sudah masak.
2.    Dormansi mekanis : Perkembangan embrio secara fisis terhambat karena adanya kulit biji/buah yang keras.
3.    Dormansi fisis : Imbibisi/penyerapan air terhalang oleh lapisan kulit biji/buah yang impermeable.
4. Dormansi chemis : Buah atau biji mengandung zat penghambat (chemical inhibitory compound) yang  menghambat perkecambahan.
5.      Foto dormansi : Biji gagal berkecambah tanpa adanya pencahayaan yang cukup. Dipengaruhi oleh mekanisme biokimia fitokrom. 
      IV.  Alat dan Bahan
A.    Alat :
     - Petridish 5 buah
     -  Batu asah
 B. Bahan :
     - Kapas
     -  Larutan HCL 5% sebanyak 3 ml
     -  Biji Flamboyan (Delonix Regia) 








     -  Biji Saga (Abrus precatorius)











     I. Prosedur Kerja.
     A. Secara Fisik 
     a. Kikir atau asah biji pada bagian yang jauh dari embrio sampai kelihatan kotiledonnya
     b. Rendam biji dengan air baru mendidih sampai airnya dingin.
     c. Rendam biji dengan air destilat sampai 1 jam.
    d. Letakkan masing-masing kelompok biji di petridish, beri lebel, dan tempatkan ditempat gelap pada suhu kamar.
     e. Amati setiap hari selama 7-10 hari catat perkembangan perkecambahan. 
     
     B. Secara Kimia 
     a. Letakkan biji pada petridish yang telah diberi kapas lembab.
     b. Berikan tetesan HCL 5% pada biji sebanyak 3 ml.
     c. Letakkan pada tempat gelap pada suhu kamar.
     d. Setiap hari selama 7-10 hari catat perkembangan perkecambahan.

     II. Pembahsan.
         Keterangan :
         S : Biji saga                 x  : Tidak Tumbuh
         F : Biji Flamboyan


         




   

     Biji saga dan flamboyant yang direndam air panas.
           Percobaan ini dilakukan untuk mengetahui pengaruh pemberian perilaku fisik dan kimia terhadap pematahan dormansi biji flamboyan (Delonix rigea) dan biji saga (Abrus precatorius). Ada 5 macam perlakuan yang diberikan pada biji yaitu pengamplasan (pengikiran) pada bagian biji tempat keluarnya kotiledon yang merupakan perlakuan secara fisik dan perlakuan secara kimia dengan perendaman biji pada larutan yang berbeda-beda yaitu: Aquadest, direndam air panas, yang diberikan HCL 5% dan yang direndam dengan air destilat selama 1 jam.    
      1. Biji Saga 
         Pada biji saga tidak ada yang tumbuh atau berkecambah, tetapi beberapa biji dari perlakuan diatas mengalami pertumbuhan jamur, hal ini disebabkan mungkin karena suhu yang begitu rendah, sehingga tidak dapat mematah kan dormansi pada biji saga ini. Hal ini sangat tidak sesuai dengan literatur  yang ada yaitu seperti yang dikatakan : 
                                 -  literatur Justice dan Bass (1990) yang menyatakan bahwa dormansi pada hampir semua kultivar benih yang banyak terjadi dapat dipatahkan dengan menyimpannya pada suhu 400C. 
                             -  literatur Thomson (1990) yang menyatakan bahwa benih membutuhkan air untuk berkecambah, oksigen, dan temperatur dimana suhunya antara 5o – 45o C. 
               - literatur Kartasapoetra (2003) yang menyatakan bahwa dormansi dapat diatasi dengan melakukan pemarutan atau penggoresan yaitu dengan menghaluskan kulit benih agar dapat dilalui air dan udara. Hal mungkin karena terjadinya kesalahan teknik dalam membuat perlakuan. 
      2.      Biji Flamboyan
              - Pada biji yang diberi perlakuan fisik dengan dikikir mengalami pertumbuhan jamur,seharusnya dengan cara pengikiran ini dapat terjadi pematahan dormansi .
              - Perlakuan dengan perendaman air panas tidak dapat mematahkan dormansi dari biji karena biji ini tidak mengalami pertumbuhan sama sekali. hal ini kemungkinan disebabkan oleh faktor pemberian air mendidih dan perendaman dengan waktu yang sebentar sehingga kulit luar belum lunak untuk dapat ditembus oleh air, yang kemudian biji ini mengalami pertumbuhan jamur pada hari ke 3 yang mungkin disebabkan oleh suhu yang begitu lembab. 
                          - Perlakuan dengan perendaman HCL 5% juga tidak mengalami pertumbuhan disebabkan karena biji yang berada dalam kondisi asam, maka akan mematikan pertumbuhan kotiledon begitu pula dalam kondisi dingin dimana biji akan sulit untuk tumbuh.
           - Perendaman dengan air biasa dalam hal ini aquadest tumbuh pada hari kelima dimana disertai juga tumbuhnya jamur, dan pada hari kedelapan pertumbuhan kecambahnya mencapai 3 cm panjangnya. Hal ini munkin disebabkan oleh keadaan anantomi biji yang baik.
          - Perendaman biji dengan menggunakan air destilat selama 1 jam, pada biji ini tidak mengalaminya pematahan dormansi sedikit pun, malah biji ditumbuhi oleh jamur. Hal ini mungkin disebabkan karena keadaan suhu yang sangat lembab sehingga pematahan dormansi tidak terjadi.
              Percobaan ini sedikit melenceng dari teori yang menyatakan bahwa sejumlah besar perlakuan diantaranya pemberian air panas dan pemberian asam sulfat efektif dalam mengurangi kandungan dalam biji keras. Pengikiran bertujuan untuk membuat kulit biji yang keras dan tebal, menjadi lebih tipis sehingga memudahkan imbibisi air, selain itu kotiledon akan lebih cepat keluar menembus kulit biji. Perlakuan dengan perendaman air panas bertujuan untuk memberikan suhu yang ekstrim pada biji sehingga kulit biji yang tebal dapat lebih mudah ditembus oleh kotiledon.   

      III. Kesimpulan 
             Berdasarkan dari hasil pengamatan, kesimpulan dari percobaan ini adalah :
           1.      Dormansi adalah suatu keadaan dimana pertumbuhan tidak terjadi walaupun kondisi lingkungan mendukung untuk terjadinya perkecambahan.
            2. Ada 2 cara yang dapat mematahkan dormansi yakni cara fisik dengan pengamplasan dan cara kimia dengan perendaman menggunakan air panas.
           3. Pengikiran bertujuan untuk membuat kulit biji yang keras dan tebal, menjadi lebih tipis sehingga memudahkan imbibisi air.
            4. Pada praktikum ini dormansi dapat dipatahkan pada perlakuan pemberian air aquadest, sedangkan perlakuan lain tidak dapat mematahkan dormansi.
      
      IV. Daftar Pustaka
              
http://id.wikipedia.org., 2010. Dormansi Biji. Diakses tanggal 27 Agustus 2010.
            

http://gosipsoup.blogspot.com/2010/04/dormansi-biji-dan-benih.html. Diakses tanggal 27 Agustus 2010.

Kartasapoetra, A.G. 2003. Teknologi Benih. Rineka Cipta, Jakarta.

\Sadjad, S. 1993. Dari Benih Kepada Benih. Grasindo, Jakarta.

Salisbury, F.B., dan C.W. Ross. 1992. Fisiologi Tumbuhan. ITB Press, Bandung.

Sutopo, L. 2004. Teknologi Benih. Penerbit Rajawali, Jakarta.